RESENSI NOVEL
“MOGA BUNDA DISAYANG ALLAH”
KESABARAN ADALAH KUNCI MENUJU MUKZIZAT ALLAH
1. Judul buku :
Moga Bunda Disayang Allah
2. Resentator :
(nama kamu)
3. Penulis :
Tere Liye
4. Penerbit :
Republika
5. Edisi :
5 (lima)
6. Jumlah Halaman :
247 halaman
SINOPSIS
Penulis yang satu ini seakan menyembunyikan atau bisa dikatakan tak ingin
memberitahukan tentang kepribadiannya secara jelas, berbeda dengan penulis
novel pada umumnya. Terbukti dari semua novel yang telah ia buat, tak ada
sekilas biodata penulis di halaman terakhir maupun sampul belakang
novel-novelnya. Meski ia tidak memperkenalkan dirinya secara jelas namun
karya-karyanya selalu menarik dan terkenal, salah satunya adalah novel berjudul
“Moga Bunda Disayang Allah”. Di dalam novel ini, Tere Liye menceritakan tentang
seorang anak bernama Melati yang terlahir dengan rambut ikal yang mengombak,
pipi yang tembam, mata hitam legam seperti biji buah leci dan gigi kecil bak
gigi kelinci. Dia adalah anak dari orang tua yang terpandang di daerah
tersebut. Orang tuanya, Tuan dan Nyonya HK begitu menyayangi putri kecilnya yang
amat lucu dan menggemaskan itu. Namun kebahagiaan mereka tak lama kemudian
pupus ketika Melati mengalami kecelakaan yang membuat ia buta dan tuli total
sebelum anak itu sempat mengenal benda, mengenal dunia, mengenal kata-kata
bahkan mengenal Penciptanya. Doa dan harapan terus dipanjatkan oleh kedua orang
tuanya, segala macam pengobatan telah dicoba untuk menolong anak kesayangannya.
Tak hanya itu, pengasuh anak maupun psikolog anak yang digaji untuk mendekati
dan berkomunikasi dengan Melati pun sudah banyak yang menyerah dengan Melati.
Hingga akhirnya ia dipertemukan oleh Pak Guru Karang. Karang adalah seorang
pemuda biasa yang memiliki jiwa sosial yang luar biasa kepada anak–anak. Dalam
cerita ini, sosok Karang mampu ikut merasakan perasaan anak-anak yang berdiri
di depannnya. Ia dengan mudah dapat mendekati anak-anak dan juga mudah menarik perhatian
anak-anak dengan kepandaiannya dalam bercerita. Karena kecintaannya dengan anak-anak
dan juga kepandaiannya dalam hal bercerita, ia telah mendirikan ratusan taman bacaan
untuk anak-anak di berbagai kawasan disekitar ibu kota. Namun kali ini Karang
merasa kesulitan dalam menghadapi Melati. Anak kecil yang hanya melihat gelap,
hitam kosong tanpa warna. Hanya mendengar senyap sepi, tak ada nada. Tak hanya
kekurangan yang di miliki Melati yang membuatnya merasa kesulitan, kesulitan
itu semakin terasa karena masa lalu Karang yang begitu menyakitkan. Kecelakaan
di laut yang dialaminya beberapa tahun silam menewaskan 18 anak didiknya,
termasuk anak didik kesayangannya yang bernama Qintan. Kejadian tersebut
membuat batin dan jiwanya sangat terpukul hingga merubah dirinya menjadi
pemabuk, keluar di malam hari, mengurung diri di kamar kos milik Ibu Gendut
dari pagi hingga sore hari. Dengan permohonan Nyonya HK dan bujukan dari Ibu
Gendut itu, Karang dapat menghiraukan rasa kesulitan itu menjadi semangat
kembali dan berusaha menemukan bagaimana cara Karang agar Melati dapat mengenal
segala yang belum ia kenal. Dan dengan kesabaran Karang dalam menghadapi
Melati, akhirnya Allah memberikan mukzizat-Nya. Melati dapat mengenal dunianya
melalui kedua telapak tangannya dan Karang juga berubah menjadi Karang yang
dulu. Karang yang telah mengikhlaskan masa lalunya dan kembali menyayangi
anak-anak dan membuka taman bacaannya lagi.
KELEBIHAN NOVEL :
Kelebihan dari novel ini, penulis menggambarkan karakter Melati, Bunda
dan Karang dalam peran yang terasa seimbang. sehingga tidak bisa dibedakan mana
yang lebih pantas disebut sebagai tokoh utama. Ceritanya begitu menyentuh dan
ketiga karakter tersebut memiliki jalan cerita masing-masing namun selalu
berkaitan. Karang yang rapuh karena dihantui oleh masa lalu dan Melati yang tak
bisa mengenal dunianya karena kehilangan penglihatan dan pendengarannya
diceritakan dengan runtut hingga akhirnya kedua tokoh ini dipertemukan dan
menemukan jawaban atas penderitaan yang mereka alami.
KEKURANGAN NOVEL :
Kekurangan dalam novel ini terdapat pada gaya bahasa dari novel yang
menggunakan bahasa sehari-hari yang tidak baku. Pilihan penulis dalam
penempatan setting dan kegiatan pendukung dalam novel terasa kurang tepat.
Dalam noveltersebut, semua tokoh digambarkan sebagai orang muslim namun pada
akhir cerita menggambarkan suasana pesta kembang api yang dirayakan pada tahun
baru Imlek oleh masyarakat termasuk para tokoh novel. Dan juga ada beberapa
tokoh yang tidak terlalu jelas namanya seperti Tuan HK, Nyonya HK dan Ibu Gendut.
0 komentar:
Posting Komentar